Selasa, 24 November 2015

Jawaban-jawaban Filsafat - Refleksi Filsafat Ilmu

Tulisan ini merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat ilmu dengan Prof. Marsigit pada tanggal 18 November 2015. Perkuliahan yang dimulai pada pukul 07.30 WIB di ruang PPG 1 Lab. FMIPA UNY diawali dengan tes jawab singkat. bertemakan spiritualisme, materialisme, dan formalitas dari rumus.

Setelah itu, perkuliahan dilanjutkan kembali dengan tanya jawab. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan dalam forum tersebut. Pertanyaan pertama diajukan oleh saudara Edi Wahyudi. Ia menanyakan mengenai etnomatematika. Kemudian Prof. Marsigit menjawab bahwa etnomatematika itu adalah pembelajaran matematika berbasis budaya. Etnomatematika  merupakan pembelajaran inovatif yang dapat memperkaya fondasi pendidikan matematika serta harus berorientasi pada siswa. Jika gurunya otoriter dan berpikir untuk memberikan ilmu sebanyak-banyaknya, maka tidak akan bisa dilaksanakan dan harus ada perubahan mindset dalam diri guru.

Pertanyaan selanjutnya diajukan oleh Rusi Ulfa. Pertanyaan yang diajukan yaitu mengenai bagaimana hubungan antara mitos dan stigma. Prof. Marsigit pun menjawab bahwa riwayatnya manusia lahir sudah ada mitos. Mitos itu yang mestinya dipikirkan tetapi tidak dipikirkan. Misalnya kalau zaman dulu bidadari turun ke bumi dari langit bentuknya adalah pelangi, jadi menurut orang Yunani Kuno pelangi adalah jembatan, namun setelah dibuktikan bahwa pelangi merupakan pembiasan sinar melalui air atau uap air, mitos tersebut berubah menjadi ilmu pengetahuan. Setiap hari kita mengalami mitos, tetapi jika kita memikirkan mitos menjadi pengetahuan, mitos akan berubah menjadi logos. Mitos bersifat relatif bukan absolut. Orang yang merasa sudah jelas akan suatu hal akan terancam oleh mitos karena ia berhenti. Mitos itu sifatnya bermilyar-milyar. Kadang-kadang orang menjadikan mitos sebagai terminal mencari solusi sementara. Seperti gerhana bulan karena dimakan raksasa. Agama bukan mitos karena tidak perlu dipikirkan, misalnya berdoa sampai khusuk, tetapi gama bisa berubah menjadi mitos. Seperti memunda shalat karena pekerjaan. Di dalam doa tidak dipikirkan pun sudah merupakan ibadah. Ternyata hidup kita ini adalah interaksi antara mitos dan logos. Setengah logos, setengah mitos, anehnya kalau setengah + setengah = 1 dalam matematika. Kalau dalam filsafat setengah logos + setengah mitos + setengah iman dan keyakinan. Kalau anda hanya vatal saja, hanya berserah diri saja, itu adalah setengahnya dunia, dan setengah dunia yang lain berikhtiar. Mitos itu adalah karena ketidakpahaman dimensi yang berbeda memahami dimensi yang lebih atas. Kalau kita tidak paham ruang dan waktu, kita akan menjadi orang yang bodoh.

Selanjutnya, pertanyaan datang dari saudari Anissa. Pertanyaannya adalah apa perbedaan skeptisime dan pyrrhonisme. Menurut Prof. Marsigit, itu suatu rangkaian hanya beda zaman. Jadi, filsafat itu aliran pikiran para filsuf itu pikirannya mengalir begitu saja, seperti hermeneutika. Hermenetika itu filsafat kontemporer namun fenomenanya sudah ada sejak zaman dulu. Jadi orang ragu-ragu itu sudah ada sejak zaman Yunani kemudian diekspos oleh Rene D karena tidak mampu membedakan mimpi dan kenyataan. Inti sarinya meragukan yang ada dan yang mungkin ada dan mencari kepastian apa yang pasti termasuk agama pun diragukan. Hermeneutika itu saya tambahkan ada dialektika. Hati-hati juga karena filsafat ada juga batasnya.

Setelah itu, saudara Anwaril mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan yaitu apakah hermeneutika boleh kita terapkan dalam konteks agama. Prof. Marsigit pun menjawab bahwa semuanya itu tergantung ruang dan waktu, konteksnya. Prof. Marsigit pun ketika mendefinisikan hermeneutika ada perkembangannya, karena adanya pertambahan pengalaman. Hidup itu fenomenanya lengkap, pilarnya menukik, regular atau rutinitas, mengembang. Orang barat itu linear, hanya menerjang saja sampai dimanapun akan dikejar, maka bijaksana orang barat itu adalah orang yang mencari sampai kemanapun. Namun hidup itu tidak seperti itu, hidup itu adalah rutinitas, selasa ketemu selasa, rabu ketemu rabu, gambarnya kurva seperti spiral namun tetap, itu tempat kita mensyukuri karunia Tuhan. Hidup itu perlu di bangun membangun yang ada dan yang mungkin ada. Jadi, kadang-kadang kita tidak sadar sedang membangun metode hermeneutika. Membangun yang berhasil adalah tetap dan kontinu. Penyakit manusia itu penyakit parsial, karena manusia terbatas dan tidak sempurna.


Pertanyaan terakhir datang dari saudari Diana. Pertanyaannya adalah apa hubungan pantheisme sama theisme. Jawaban dari Prof. Marsigit yaitu theisme itu percaya pada Tuhan kalau pantheisme itu Tuhannya satu. Orang jepang memiliki Tuhan yang banyak, ada Tuhan laut, Tuhan gunung, dsb. Tapi kita juga sesungguhnya tidak menyadari sudah mempunyai Tuhan yang banyak, Tuhan mobil, Tuhan uang, dsb. Secara psikologi, sesuatu yang disukai secara berlebihan menjadi Tuhan. Materialisme adalah aliran yang tidak percaya Tuhan. Dia berusaha ekstrim, belajar dari fenomena alam dan berhenti pada fenomena alam, maka materialisme hakekat kebenarannya ada di dalam materi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar