Senin, 23 November 2015

Auguste Comte dan Fenomenanya - Refleksi Filsafat Ilmu

Isidore Marie Auguste François Xavier Comte atau biasa disebut Auguste Comte, adalah seorang filsuf Perancis yang dikenal karena memperkenalkan bidang ilmu sosiologi serta aliran positivisme.

Positivisme secara etimologi berasal dari kata positive, yang dalam bahasa filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat dialami sebagai suatu realita. Ini berarti, apa yang disebut sebagai positif bertentangan dengan apa yang hanya ada di dalam angan-angan (impian), atau terdiri dari apa yang hanya merupakan konstruksi atas kreasi kemampuan untuk berpikir dari akal manusia.

Pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah (scientific method) dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empiris yang terukur.

Aliran positivisme Comte sudah sangat merakyat dalam kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Pada tahun 2013, pemerintah meluncurkan sebuah kurikulum baru untuk menggantikan KTSP yaitu kurikulum 2013. Dalam K-13, siswa dinilai dari tiga aspek yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, serta aspek sikap dan perilaku. Sedangkan, untuk kegiatan pembelajarannya diharuskan menggunakan pendekatan saintifik.

Pendekatan saintifik dipilih karena diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Pendekatan saintifik sendiri merupakan suatu pendekatan yang diadaptasi dari langkah-langkah ilmiah pada sains. Pendekatan ini lebih mengedepankan penalaran induktif dibandingkan dengan penalaran deduktif. Penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan, sedangkan penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasikan/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan.

Sebetulnya, pembelajaran dengan pendekatan saintifik ini cukup bagus jika dilihat dari sudut pandang bahwa siswa dengan difasilitasi oleh guru, harus membentuk atau membangun pengetahuannya sendiri dengan adanya kegiatan eksperimen. Namun sayangnya, pendekatan ini tidak memberikan keleluasaan siswa untuk berimajinasi dalam pembelajaran, padahal kadang kala imajinasi justru dapat membantu siswa untuk memperkuat pemahamannya. Tidak hanya itu, banyak materi pelajaran yang nampaknya cukup sulit untuk dipelajari dengan pendekatan saintifik, seperti misalnya matematika formal yang bersifat abstrak. Selain materi, beberapa mata pelajaran pun tidak cocok dengan pendekatan ini terutama ilmu-ilmu sosial seperti bahasa, agama, kewarganegaraan, dsb.

Banyaknya kelemahan dalam K-13 kemudian membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, memberhentikan sementara pelaksanaan K-13. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi kembali K-13. Semoga setelah langkah pemberhentian dan pengevaluasian ini dilakukan pemerintah, ke depannya Indonesia akan memiliki suatu sistem pendidikan atau kurikulum yang dapat merangkul semua aspek pendidikan, baik siswa, guru, ataupun semua mata pelajaran, dan tentunya juga dapat meningkatkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang selama ini sudah terkikis.


Sumber:

http://blogkilas.blogspot.co.id/2013/12/pengertian-positivisme.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_2013
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendekatan_saintifik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar