Senin, 28 Maret 2016

Nihilisme

Nihilisme merupakan suatu pandangan yang menunjukkan adanya ketidakpercayaan akan satu atau lebih hal yang ada dalam kehidupan. Nihilisme juga didefinisikan sebagai keyakinan bahwa semua nilai-nilai tidak berdasar dan tidak ada yang bisa diketahui atau dikomunikasikan. Salah satu paham yang mendasar dalam nihilisme adalah paham bahwa dunia ini tidak memiliki tujuan, terutama hidup manusia. Pandangan lain yang berada di bawah naungan nihilisme diantaranya ketiadaan Sang Pencipta karena tidak adanya bukti, tidak diketahuinya moral sejati, dan ketidakmungkinan suatu etika. Pengikut nihilisme, atau biasa disebut nihilis, mempercayai bahwa segala realitas dalam hidup manusia penuh dengan keburukan, seperti kemiskinan dan penderitaan.
Nihilisme pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Turgenev. Namun, istilah ini kemudian diperkenalkan secara lebih mendalam oleh Friedrich Nietzsche. Gagasan nihilisme Nietzsche berusaha untuk memutuskan dan mengakhiri semua klaim tentang kebenaran pemikiran tradisional. Menurutnya, dalam hidup manusia yang ada hanyalah kehendak untuk berkuasa dan agama hanyalah sesuatu yang bertentangan dengan hal tersebut. Pendapat tersebut pada akhirnya berdampak pada pembunuhan Tuhan dalam kehidupan manusia. Pemikiran-pemikiran nihilisme juga dikemukakan oleh penulis Jean Paul Sartre, Franz Kafka, Arbert K, Samuel B, dan Arthur A. Penulis-penulis ini mengungkap ketidakbermaknaan kehidupan dan nihilisme dalam bentuk cerita-cerita. Nihilisme merupakan kecenderungan baru di zaman moderen. Pada masa yang lalu, yang ada hanyalah pesimisme. Namun, ketiadaan pun sudah ada pada masa Yunani Kuno, dimana pada zaman tersebut, ketiadaan atau kenihilan dilambangkan dengan nol.
Setelah dikemukakannya paham ini, perkembangannya pun semakin meluas. Pasca revolusi industri, dunia Barat sangat mengunggulkan ilmu dan industri layaknya Tuhan. Namun, ketika ilmu dan industri tersebut tidak mampu untuk menyelesaikan dan mengobati penderitaan pada saat peperangan dan perubahan ekonomi serta sosial yang drastis, kepercahaan pada dua hal tersebut pun mulai runtuh. Bahkan hal-hal buruk seperti bunuh diri, lari dari tanggung jawab hidup, dan memandang hidup ini sebagai canda-gurau belaka pun terjadi. Mayoritas manusia yang hidup di Barat tidak mengetahui mengapa dan bagaimana mesti menjalani kehidupan ini, mereka memikirkan segala hal, kecuali hakikat kehidupan dan kedudukan manusia.
Paham nihilisme juga memiliki kesamaan pandangan dengan beberapa paham lain, seperti atheisme dan skeptisisme. Atheisme adalah suatu paham yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Sedangkan skeptisisme adalah suatu paham yang memandang segala sesuatu secara tidak pasti.
Saat ini, disadari atau tidak, paham ini sudah cukup banyak muncul di berbagai aspek kehidupan manusia, tak terkecuali dunia pendidikan. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya anak yang tidak memiliki keinginan untuk sekolah dengan alasan bahwa sekolah hanyalah suatu hal yang membuang waktunya. Tidak hanya itu, hal yang lebih miris justru terjadi di salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, dimana pada setiap tahunnya selalu saja terjadi kasus siswa yang bunuh diri karena menganggap bahwa hidupnya sia-sia jika tidak memiliki nilai atau prestasi yang baik.
Berkembangnya paham nihilisme diduga dikarenakan beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1.      Keraguaan akan Penciptaan
Banyak manusia di dunia ini selalu ingin mengetahui asal usul penciptaan baik mengenai dirinya maupun ciptaan yang lain. Hal ini sungguh sangat sulit untuk dibuktikan meskipun dengan teknologi yang canggih, karena manusia adalah ciptaan Tuhan, zat yang tidak dapat dilihat namun pasti ada. Meskipun demikian, tidak sedikit manusia yang masih saja tidak mempercayai hal tersebut dan kembali mempertanyakan tujuan hidupnya, seperti para nihilis.
2.      Keraguan akan Kematian
Hakikat kematian yang tak terungkap, nampaknya cukup menarik bagi manusia. Banyak manusia yang menganggap bahwa kehidupan yang dialaminya tidak memiliki nilai karena pada akhirnya akan berujung kepada kematian.

3.      Ketiadaan Cita-cita dan Ideologi
Faktor ini sebenarnya sudah cukup jelas untuk menggambarkan nihilisme secara umum. Manusia yang tidak memiliki cita-cita maupun ideologi atau pegangan akan menjalani hidup. Bahkan ketika manusia sudah memiliki cita-cita, namun hal tersebut tidak dapat diraihnya dan dengan mudahnya manusia tersebut putus asa, maka lahirlah paham nihilisme di dalam dirinya.
4.      Lingkungan Sosial
Kondisi lingkungan sosial yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan munculnya nihilisme, terutama pada abad kontemporer. Ketidakseimbangan yang terjadi diantaranya adalah perubahan nilai, moral, pandangan, dan etika masyarakat.
5.      Pendidikan
Pendidikan dapat menjadi suatu faktor yang dapat membantu manusia terhindar dari nihilisme ataupun sebaliknya. Jika pendidikan yang diterimanya baik, maka hal yang baik pun akan terlahir, demikian sebaliknya.


Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Nihilisme
http://goo.gl/YUAVFU
http://www.iep.utm.edu/nihilism/

Senin, 14 Maret 2016

Struktur Nol (Dari Matematika Hingga Olahraga)

Nol, dilambangkan dengan 0, merupakan suatu angka dan digit numerik yang digunakan untuk merepresentasikan suatu nomor dalam sistem bilangan. Angka nol memiliki peranan yang penting dalam matematika, yaitu sebagai identitas penjumlahan pada bilangan bulat, bilangan real, dan berbagai struktur dalam aljabar. Angka nol pun digunakan sebagai placeholder (representasi desimal suatu angka) dalam sistem nilai tempat.
Angka nol pertama kali diperkenalkan sekitar abad ke-9 M oleh seorang ilmuan bernama Al-Khawarizmi dengan nama shifr. Beliau memperkenalkan angka nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh, yang selanjutnya dikenal sebagai sistem bilangan desimal. Namun sesungguhnya konsep angka nol sudah dikenal dan berkembang sejak zaman dahulu. Pada zaman Mesir Kuno, sekitar tahun 1740 SM, masyarakat Mesir menggunakan sistem bilangan berbasis sepuluh dan simbol nol pada teks-teks akuntansi. Selanjutnya, pada pertengan abad ke-2 SM, para matematikawan Babilonia menggunakan sistem bilangan sexagesimal yang dinilai sudah cukup canggih. Namun setelah ditelaah lebih lanjut, ternyata ada suatu ruang diantara bilangan-bilangan dalam sistem tersebut yang mengindikasi adanya suatu nilai posisional atau nol dan selanjutnya dilambangkan dengan tanda dua garis miring atau tiga kait (untuk beberapa orang). Kehadiran nol pun sudah muncul pada zaman Yunani Kuno, dimana pada saat itu nol diartikan sebagai ketiadaan dari sesuatu dan bukan sebagai angka.
Perkembangan nol pun berlajut hingga pada tahun 130 M, Ptolemy menggunakan simbol lingkaran kecil dengan overbar yang panjang untuk menyatakan nol dalam sistem numerasi Yunani. Tidak hanya lingkaran kecil, huruf “N” pun pernah digunakan untuk melambangkan angka nol dalam tabel angka Romawi oleh Bede dan rekannya. Pada abad ke-7 M, seorang matematikawan asal India bernama Brahmagupta mempelajari dan memperkenalkan sifat-sifat bilangan nol, diantaranya yaitu jika sebuah bilangan dijumlahkan dengan nol maka hasilnya adalah bilangan itu sendiri dan jika bilangan tersebut dikalikan dengan nol maka hasilnya adalah nol. Tetapi, Brahmagupta menemui kesulitan ketika berhadapan dengan pembagian oleh nol, dimana pada saat itu beliau berpendapat bahawa sebuah bilangan dibagi dengan nol adalah tetap dan pendapat ini pada akhirnya terbantahkan oleh penemuan-penemuan setelahnya.
Selanjutnya pada abad ke-12, seorang matematikawan asal Spanyol, Ibrahim bin Meir bin Ezra, menuliskan tiga risalah mengenai angka yang membawa simbol-simbol India dan pecahan desimal ke Eropa. Risalah tersebut menjelaskan tentang sistem desimal untuk bilangan bulat dengan nilai tempat dari kiri ke kanan. Beliau pun menggunakan nol dengan sebutan galgal, yang berarti roda atau lingkaran. Masih pada abad yang sama, tepatnya pada tahun 1247, seorang matematikawan Tiongkok, Ch’in Chiu-Shao, menggunakan simbol O untuk menyatakan angka nol. Penggunaan O sebagai simbol pun digunakan oleh Zhu Shijie pada tahun 1303.


Gambar 1. Skema Perkembangan Nol

Bukti bahwa angka nol sudah dikenal sejak lama juga ditemukan di Kamboja dimana ditemukan sebuah tablet batu yang memuat tulisan “605”. Prasasti batu lain yang memuat bukti mengenai keberadaan angka nol pun ditemukan di Kuil Chaturbhuja di India. Bukti lain yang juga ditemukan adalah The Mesoamerican Long Count Calendar yang menggunakan angka nol sebagai place-holder dalam sistem angka basis 20.
Perkembangan zaman selalu menghasilkan ilmu-ilmu baru dan tidak terkecuali penggunaan nol dalam berbagai bidang, seperti matematika, fisika, maupun kimia. Dalam matematika, nol didefinisikan sebagai bilangan bulat sebelum 1 yang tidak positif maupun negatif karena nol merupakan nomor alami. Tidak hanya itu, nol pun memiliki representasi lain dalam bidang matematika. Pertama, dalam teori himpunan, nol merupakan kardinalitas himpunan kosong dan juga nomor urut terendah (sesuai dengan himpunan kosong yang dipandang sebagai suatu himpunan yang tertata dengan baik). Kedua, dalam logika proposisional, nol dapat digunakan untuk menunjukkan nilai kebenaran palsu. Ketiga, dalam aljabar abstrakm nol umumnya digunakan untuk menunjukkan elemen netral untuk penambahan dan elemen menyerap untuk perkalian. Keempat, dalam teori kisi, nol menunjukkan suatu elemen di bawah batasan kisi. Kelima, dalam teori kategori, nol kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan obyek awal suatu kategori. Keenam, dalam teori rekursi, nol dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat turing fungsi komputasi parsial.


Gambar 2. Skema Penggunaan Nol dalam Beberapa Bidang

Selain dalam dunia matematika, nol ternyata sangat mempengaruhi dunia teknologi khususnya komputer atau digital, yaitu ditemukannya gerbang logika dan kode ASCII. Gerbang logika atau sering juga disebut gerbang logika Boolean merupakan sebuah sistem pemrosesan dasar yang dapat memproses input-input yang berupa bilangan biner menjadi sebuah output yang berkondisi yang akhirnya digunakan untuk proses selanjutnya.  Dari gerbang logika tersebut bisa dikembangkan menjadi berbagai macam tegnologi mulai dari teknologi sederhana seperti stopwatch, jam, hingga dunia internet, satelit, pesawat terbang, dan sebagainya. Semua itu tidak akan luput dari peran serta gerbang-gerbang logika ini. Angka nol juga berperan dalam ditemukannyan kode ASCII, yaitu kode standar Amerika untuk pertukaran informasi atau ASCII (American Standard Code for Information Interchange) merupakan suatu standar internasional dalam kode huruf dan simbol yang bersifat universal.
Penggunaan nol ternyata juga ditemukan di beberapa bidang lain namun terkadang dengan menggunakan penamaan yang berbeda bergantung pada konteks dimana nol digunakan. Misalnya saja dalam bahasa, nol dapat mewakili kata tidak ada dan sia-sia. Selanjutnya dalam fisika, nol memerankan peran khusus bagi banyak kuantitas fisik seperti suhu, dimana nol merupakan nilai terendah atau titik beku air dalam derajat Celcius. Dalam kimia, nol diusulkan sebagai nomor atom dari tetraneutron elemen teoritis yang akan menciptakan sebuah elemen tanpa proton dan tidak ada charge pada intinya. Hal yang serupa juga diterapkan dalam bidang astronomi, dimana nol digunakan untuk menomori suatu kejadian yang dinamakan The Saros. Selain itu, nol pun juga dipakai dalam beberapa cabang olahraga, misalnya nil dalam sepak bola, love dalam tenis, dan a duck dalam cricket. Penggunaan nol masih sangat banyak dan terkadang penggunaan tersebut dilakukan manusia tanpa disadarinya.

Sumber:
https://en.wikipedia.org/wiki/0_(number)
https://teguuuh.wordpress.com/sejarah-ipa/sejarah-angka-nol/
http://goo.gl/oCi5pT
http://www.penemuanterbaru.com/2015/04/penemu-angka-nol.html




Senin, 07 Maret 2016

Struktur Hedonisme


Hedonisme berasal dari Bahasa Yunani, hedone, yang berarti kesenangan. Berangkat dari kata tersebut, maka hedonisme dapat didefinisikan sebagai suatu pandangan hidup yang memandang bahwa kebahagiaan manusia akan hadir jika manusia mencari kebahagiaan itu sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang akan menyakitinya.
Hedonisme lahir pada masa Yunani Kuno sekitar tahun 433 SM. Lahirnya hedonisme diawali oleh pertanyaan Sokrates mengenai apa sebenarnya tujuan akhir hidup manusia.
Pertanyaan tersebut kemudian menggugah pemikiran seorang filsuf dari Kyrene yang bernama Aristippus. Ia mengungkapkan bahwa manusia sejak kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Kemudian ia pun mengungkapkan bahwa akal manusia harus memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan kesusahan, dimana kesenangan yang dimaksud adalah kesenangan badani (gerak dalam badan). Aristippus kemudian membaginya ke dalam tiga kemungkinan sebagai berikut:
1.  Gerak kasar, yaitu suatu keadaan yang menyebabkan ketidaksenangan
2.  Gerak halus, yaitu suatu keadaan yang membuat kesenangan
3.  Tiada gerak, yaitu suatu keadaan netral
Tidak hanya itu, Aristippus pun memandang kesenangan sebagai hal yang aktual atau terjadi kini dan di sini, bukan terjadi di masa lalu atau masa depan. Menurutnya, masa lalu hanya merupakan ingatan akan kesenangan dan masa depan merupakan sesuatu yang belum jelas.


Gambar 1. Tokoh-tokoh Aliran Hedonisme

Melanjutkan pendapat Aristoppus, Epikuros menyatakan bahwa tindakan manusia dalam mencari kesenangan merupakan kodrat alamiah. Epikuros pun menganggap apa yang baik adalah segala seseuatu yang mendatangkan kenikmatan, sedangkan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan. Namun, pengikut Epikuros atau dikenal dengan Kaum Epikurean, tidak membasi kesenangan tersebut dari sisi badani saja melainkan juga batiniah atau rohani. Kaum Epikurean membedakan kenikmatan atau keingginan menjadi tiga, yaitu keinginan alami yang perlu, keinginan alami yang tidak perlu, dan keinginan yang sia-sia. Keinginan yang akan memberikan kebahagiaan yang paling besar adalah keinginan yang pertama dalam diri manusia, namun pemenuhan keinginan tersebut haruslah dilakukan secara sederhana. Hal ini bertujuan demi tercapainya “ataraxia”, yang artinya ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan seimbang. Selanjutnya, menurut Epikuros, manusia yang dapat mencapai “ataraxia” adalah manusia yang bijaksana, karena ia dapat memenuhi keinginannya tetapi dengan menghindari tindakan-tindakan yang berlebihan. Kaum Epikurean berpendapat bahwa kebahagiaan yang dituju adalah kebahagiaan pribadi dan berkumpul bersama para kawan akan lebih menguntungkan serta dapat membantu mencapai ketenangan jiwa.
Selanjutnya, pada abad ke-17 muncul kembali tokoh hedonisme baru, yaitu Jeremy Bentham. Tokoh dari Inggris ini meyakini bahwa dasar dari semua nilai-nilai tentang sebuah kebahagiaan dapat dipahami secara kuantitatif. Bentham juga mempercayai bahwa nilai-nilai kesenangan juga bisa ditambahkan oleh kesenangan-kesenangan lainnya yang dipengaruhi oleh panjangnya waktu sehingga tak hanya jumlah kesenangan saja yang dapat dinikmati, tetapi juga intensitasnya. Perhitungan kesenangan itu kemudian ia bagi ke dalam tujuh unsur, yaitu duration, intensity, extent, fecundity, certainly, propinquity, dan purity.
Setelah Jeremy Bentham, kemudian lahirlah John Stuart Mill. Menurut John, dalam kesenangan terdapat suatu level dan secara otomatis akan ada yang rendah hingga tinggi, dimana kesenangan yang tertinggi akan jauh lebih baik ketimbang level kesenangan yang terendah.
Jika dilihat perjalanan aliran ini, hedonisme pada awalnya memiliki arti yang positif, terutama pada masa Epikuros, dimana manusia hidup secara sederhana namun mampu untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun pada saat kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika, aliran ini mengalami pergeseran ke arah negatif dengan semboyan carpe diem yang artinya raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup. Kebahagiaan pun dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai arti mendalam dan rasanya hal ini berlaku hingga masa sekarang.
Pergeseran makna hedonisme tampaknya cukup mewakili kehidupan remaja saat ini dimana baik disadari ataupun tidak, hedonisme menjadi fenomena yang sudah mewadah dalam kehidupan para remaja. Banyak remaja yang memiliki kecenderungan untuk memilih hidup yang enak, mewah, dan serba berkecukupan. Hedonisme yang seperti ini lebih banyak membawa dampak yang negatif, terutama bagi para remaja yang tidak didukung oleh finansial yang memadai, sehingga pada akhirnya para remaja tersebut mengambil jalan pintas untuk mendapatkan hal tersebut. Peristiwa ini muncul dikarenakan banyak faktor, diantaranya perkembangan teknologi yang tidak disertai dengan pengetahuan akan teknologi tersebut. Saat ini, hedonisme juga sudah dianggap sebagai budaya yang mengakar pada masyarakat.

Sumber:
http://bangpolitik.com/sejarah-singkat-terciptanya-hedonisme/
https://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme
https://en.wikipedia.org/wiki/Hedonism

http://pascamatematika.blogspot.co.id/2012/11/filsafat-hedonisme-gaya-hidup-masa-kini.html