Hedonisme
berasal dari Bahasa Yunani, hedone,
yang berarti kesenangan. Berangkat dari kata tersebut, maka hedonisme dapat
didefinisikan sebagai suatu pandangan hidup yang memandang bahwa kebahagiaan
manusia akan hadir jika manusia mencari kebahagiaan itu sebanyak mungkin dan
sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang akan menyakitinya.
Hedonisme lahir pada masa Yunani Kuno sekitar tahun
433 SM. Lahirnya hedonisme diawali oleh pertanyaan Sokrates mengenai apa
sebenarnya tujuan akhir hidup manusia.
Pertanyaan tersebut kemudian menggugah pemikiran
seorang filsuf dari Kyrene yang bernama Aristippus. Ia mengungkapkan bahwa
manusia sejak kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya,
manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Kemudian ia pun mengungkapkan
bahwa akal manusia harus memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan kesusahan,
dimana kesenangan yang dimaksud adalah kesenangan badani (gerak dalam badan).
Aristippus kemudian membaginya ke dalam tiga kemungkinan sebagai berikut:
1. Gerak kasar,
yaitu suatu keadaan yang menyebabkan ketidaksenangan
2. Gerak halus,
yaitu suatu keadaan yang membuat kesenangan
3. Tiada gerak,
yaitu suatu keadaan netral
Tidak
hanya itu, Aristippus pun memandang kesenangan sebagai hal yang aktual atau
terjadi kini dan di sini, bukan terjadi di masa lalu atau masa depan.
Menurutnya, masa lalu hanya merupakan ingatan akan kesenangan dan masa depan
merupakan sesuatu yang belum jelas.
Gambar 1. Tokoh-tokoh Aliran
Hedonisme
Melanjutkan
pendapat Aristoppus, Epikuros menyatakan bahwa tindakan manusia dalam mencari
kesenangan merupakan kodrat alamiah. Epikuros pun menganggap apa yang baik
adalah segala seseuatu yang mendatangkan kenikmatan, sedangkan apa yang buruk
adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan. Namun, pengikut
Epikuros atau dikenal dengan Kaum Epikurean, tidak membasi kesenangan tersebut
dari sisi badani saja melainkan juga batiniah atau rohani. Kaum Epikurean
membedakan kenikmatan atau keingginan menjadi tiga, yaitu keinginan alami yang
perlu, keinginan alami yang tidak perlu, dan keinginan yang sia-sia. Keinginan
yang akan memberikan kebahagiaan yang paling besar adalah keinginan yang
pertama dalam diri manusia, namun pemenuhan keinginan tersebut haruslah
dilakukan secara sederhana. Hal ini bertujuan demi tercapainya “ataraxia”, yang
artinya ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan
keadaan seimbang. Selanjutnya, menurut Epikuros, manusia yang dapat mencapai
“ataraxia” adalah manusia yang bijaksana, karena ia dapat memenuhi keinginannya
tetapi dengan menghindari tindakan-tindakan yang berlebihan. Kaum Epikurean
berpendapat bahwa kebahagiaan yang dituju adalah kebahagiaan pribadi dan
berkumpul bersama para kawan akan lebih menguntungkan serta dapat membantu
mencapai ketenangan jiwa.
Selanjutnya,
pada abad ke-17 muncul kembali tokoh hedonisme baru, yaitu Jeremy Bentham.
Tokoh dari Inggris ini meyakini bahwa dasar dari semua nilai-nilai tentang
sebuah kebahagiaan dapat dipahami secara kuantitatif. Bentham juga mempercayai
bahwa nilai-nilai kesenangan juga bisa ditambahkan oleh kesenangan-kesenangan
lainnya yang dipengaruhi oleh panjangnya waktu sehingga tak hanya jumlah
kesenangan saja yang dapat dinikmati, tetapi juga intensitasnya. Perhitungan kesenangan
itu kemudian ia bagi ke dalam tujuh unsur, yaitu duration, intensity, extent, fecundity, certainly, propinquity, dan purity.
Setelah
Jeremy Bentham, kemudian lahirlah John Stuart Mill. Menurut John, dalam
kesenangan terdapat suatu level dan secara otomatis akan ada yang rendah hingga
tinggi, dimana kesenangan yang tertinggi akan jauh lebih baik ketimbang level
kesenangan yang terendah.
Jika
dilihat perjalanan aliran ini, hedonisme pada awalnya memiliki arti yang
positif, terutama pada masa Epikuros, dimana manusia hidup secara sederhana
namun mampu untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun pada saat kekaisaran Romawi
menguasai seluruh Eropa dan Afrika, aliran ini mengalami pergeseran ke arah
negatif dengan semboyan carpe diem
yang artinya raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup. Kebahagiaan
pun dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai arti mendalam dan
rasanya hal ini berlaku hingga masa sekarang.
Pergeseran
makna hedonisme tampaknya cukup mewakili kehidupan remaja saat ini dimana baik
disadari ataupun tidak, hedonisme menjadi fenomena yang sudah mewadah dalam
kehidupan para remaja. Banyak remaja yang memiliki kecenderungan untuk memilih
hidup yang enak, mewah, dan serba berkecukupan. Hedonisme yang seperti ini
lebih banyak membawa dampak yang negatif, terutama bagi para remaja yang tidak
didukung oleh finansial yang memadai, sehingga pada akhirnya para remaja
tersebut mengambil jalan pintas untuk mendapatkan hal tersebut. Peristiwa ini
muncul dikarenakan banyak faktor, diantaranya perkembangan teknologi yang tidak
disertai dengan pengetahuan akan teknologi tersebut. Saat ini, hedonisme juga
sudah dianggap sebagai budaya yang mengakar pada masyarakat.
Sumber:
http://bangpolitik.com/sejarah-singkat-terciptanya-hedonisme/
https://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme
https://en.wikipedia.org/wiki/Hedonism
http://pascamatematika.blogspot.co.id/2012/11/filsafat-hedonisme-gaya-hidup-masa-kini.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar